Skip to main content

Posts

Showing posts from May, 2013

SUARA KAMI TAK PERNAH PADAM: Sebuah Seremonial "Memperingati 7 Tahun Lumpur Lapindo" Lewat Tulisan

Negara Indonesia adalah negara demokratis yang memberi hak untuk berpendapat, hak untuk menuangkan pikiran dan sikap, kepada setiap warga negaranya yang tertulis dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28. Suara Kami Tak Pernah Padam... 29 Mei. Angka di kalender tetap tidak berubah warna. Tidak ada peringatan hari besar nasional, tidak ada hari besar keagamaan. Semua orang sedang melakukan aktivitas seperti biasa, sebagian orang sedang berambisi meraih cita-cita, sebagian orang lagi ada yang memikirkan rencana hidupnya ke depan. Sebagian orang ada juga yang meratapi nasib. Nasib ditinggal orang terdekat mereka, nasib gagal dalam persoalan hidupnya, nasib dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja, nasib kehilangan tempat tinggal mereka… Nasib yang terakhir mungkin hanya dirasakan oleh korban lumpur Lapindo di Porong, Sidoarjo. 7 tahun lalu tepatnya, gas campur lumpur panas keluar deras dari perut bumi di desa Reno Kenongo yang kini sudah dilahap habis olehnya. R

Gender dan Media

Gambar diambil dari tempo.co Women’s Studies Encyclopedia menyebutkan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang dipakai untuk membedakan peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Gender berbeda dengan sex . Istilah sex digunakan untuk membedakan laki-laki dan perempuan dalam tataran anatomi biologis, sedangkan gender lebih menekankan pada peran laki-laki dan perempuan di tataran sosial, kondisi budaya, nilai, sikap, mental, emosi dan segala aspek non biologis lainnya. Studi tentang gender lebih menekankan kepada perkembangan aspek maskulinitas dan feminitas seseorang. Beberapa jurnal tentang kajian awal tentang gender menyebutkan teori-teori gender diadaptasi dari teori sosiologi dan psikologi. Namun, ternyata, teori tentang gender semakin merambah ke bidang lain, salah satunya teori gender dan media.

Sadar Budaya oleh Debu Nusantara

“Ya jangan kaget lah kalau budaya kita disabet negara lain, lha wong rakyatnya aja nggak peduli kok,” begitu celetuk Jumadi, seorang budayawan dari Malang. Ia menuturkannya dengan raut muka prihatin, sambil bersandar di salah satu dahan pohon di Hutan Kota Malabar pada Minggu sore, 28 Oktober 2012 silam. Anggota diskusi Debu Nusantara  http://ifomie.com/wp-content/uploads/2013/03/debu-nusantara-v1-e1362977256906.jpg Jumadi tidak sendiri. Ia duduk bersila di depan segelintir pemuda-pemuda yang meluangkan waktunya untuk mengikuti diskusi dwi mingguan yang diadakan oleh Debu Nusantara, sebuah kolektif berbasis folklore (cerita rakyat, red). Rindangnya pepohonan Hutan Kota Malabar senja itu mengantarkan Jumadi dan rekannya Yongki Irawan, yang juga seorang budayawan menuturkan pemikiran segar mereka tentang esensi budaya Indonesia. Jumadi, bertutur banyak tentang dongeng Mpu Sendok, Airlangga, Kilisuci, Gunung Kelud, dan Suro, sebagai bulan yan diperingati oleh orang Jawa

Jogja,

Jogja tak selembut kemarin, Hawanya biasa saja Mentarinya panas redup, tak jauh berbeda dengan kota lainnya… Jogja tak seakrab kemarin, Jalannya telah diaspal, bukan pasir Kawan-kawannya ramah, namun tak dapat digenggam lama Jogja meniti kejenuhan, Ketika huru-hara yang terlihat di sekitar, sama saja waktu semua orang baru mengenalnya, tak ada perubahan… Namun katanya, Jogja tetap Jogja Hanya pemikiran orang yang mampu mengubah, Jogja bukan apa adanya Pikiran orang yang munafik akan kesenangan Ketika bertemu kawan-kawan... Sabtu, 21 Januari 2012 / 11:44 Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Romzy Djibran - Abstract Fine Art (pixoto.com)