Skip to main content

Sadar Budaya oleh Debu Nusantara

“Ya jangan kaget lah kalau budaya kita disabet negara lain, lha wong rakyatnya aja nggak peduli kok,” begitu celetuk Jumadi, seorang budayawan dari Malang. Ia menuturkannya dengan raut muka prihatin, sambil bersandar di salah satu dahan pohon di Hutan Kota Malabar pada Minggu sore, 28 Oktober 2012 silam.
Jumadi tidak sendiri. Ia duduk bersila di depan segelintir pemuda-pemuda yang meluangkan waktunya untuk mengikuti diskusi dwi mingguan yang diadakan oleh Debu Nusantara, sebuah kolektif berbasis folklore (cerita rakyat, red).

Rindangnya pepohonan Hutan Kota Malabar senja itu mengantarkan Jumadi dan rekannya Yongki Irawan, yang juga seorang budayawan menuturkan pemikiran segar mereka tentang esensi budaya Indonesia. Jumadi, bertutur banyak tentang dongeng Mpu Sendok, Airlangga, Kilisuci, Gunung Kelud, dan Suro, sebagai bulan yan diperingati oleh orang Jawa untuk memperingati lahirnya kesucian jiwa.

Giliran Yongki Irawan, dengan suara lantang menyentak acara diskusi itu dengan semangat menyadarkan pemuda-pemuda menggali potensi diri dan melestarikan budayanya. “Bangsa kita ini loh punya budaya banyak, tapi kenapa sekarang malah repot beli budaya Barat? Kurang bodoh apa kita?” geram bapak yang berusia 61 tahun ini.
  

Yongki, begitu ia disapa, juga mengatakan bahwa filosofi budaya Jawa, budaya yang dekat dengan kita, belum dibedah secara mendalam oleh bangsa kita, sehingga orang Barat yang memang memiliki keuletan tinggi memiliki arsip tentang kebudayaan kita lebih banyak berkali-kali lipat. “Arsip budayae wong Jowo nang Londo kono wes sak trek (Arsip budaya orang Jawa di Belanda sudah satu truck, red.),” terangnya dengan fasihnya menggunakan bahasa Jawa Ngoko.

Uniknya, bapak yang lanjut usia ini tengah mengenakan atribut pramuka lengkap saat menyampaikan wacananya. Ketika ditanya oleh salah satu peserta, beliau menjawab, “saya ini penggemar Soekarno, dan atribut yang saya kenakan ini adalah sebagai simbol bahwa saya sangat mencintai negeri ini.”

Langit semakin redup, jam menunjukkan pukul 17.05 Waktu Indonesia Barat. Diskusi ini terpaksa diakhiri karena telah larut senja. Doni Ukik, salah satu member Debu Nusantara menyimpulkan bahwa sebagai generasi muda, harus berani membuktikan. Setelah acara usai, Doni Ukik bercerita singkat tentang peran Debu Nusantara. 

“Kami disini bukan komunitas atau organisasi, tapi kami adalah kolektif. Diskusi ini kami maksudkan untuk menyadarkan pemikiran kita semua,” tuturnya. Pria alumnus Institut Teknologi Nasional Malang ini pun berencana Debu Nusantara akan melakukan diskusi-diskusi kembali di luar Malang. “Rencananya kita mau diskusi ke Lombok nanti,” tutup Doni.


Berita ini telah diupload pada web Kavling 10: http://kavlingsepuluh.blogspot.com/2012/10/sadar-budaya-oleh-debu-nusantara.html?q=Debu+nusantara pada 29 Oktober 2012.


Comments

  1. Kebudayaan kita memang harus dilestarikan agar anak cucu bisa mewarisi dan meneruskannya.
    Janganlah kita hanya berteriak lantang ketika salah satu tarian di klaim oleh negara lain.
    Generasi muda harus mencintai budaya negeri sendiri ya mbak.
    Terima kasih reportasenya
    Salam dari Surabaya

    ReplyDelete
  2. Ayo kawula muda, cintai dan tumbuh suburkan gerakan menari budaya bangsa.
    Salam

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

INTO THE WILD: Kisah Tragis sang Petualang Muda

Penulis: Jon Krakauer Penerjemah: Lala Herawati Dharma Penyunting: Maria M. Lubis Penerbit: Qanita Tahun: Februari, 2005 Tebal: 442 halaman “Aku ingin pergerakan dinamis, bukan kehidupan yang tenang. Aku mendambakan kegairahan, bahaya, dan kesempatan untuk mengorbankan diri bagi orang yang kucintai. Aku merasakan di dalam diriku, tumpukan energi sangat besar yang tidak menemukan penyaluran di dalam kehidupan kita yang tenang.” – Leo Tolstoy (“ Family Happines ”) Tokoh utama dalam buku non-fiksi ini adalah Christopher Johnson McCandless, seorang pemuda berusia 24 tahun yang telah merampungkan studinya di Universitas Emory pada tahun 1990. Ia adalah seorang anak dari keluarga kaya di Kota Washington, D.C. Ayahnya, Walt McCandless adalah seorang insinyur angkasa luar yang bekerja untuk perusahaan konsultan miliknya sendiri bernama User System, Inc. Mitra kerjanya adalah ibu Chris, Billie. Chris McCandless pemuda pandai. Ia lulus dengan indeks prestasi kum

Cemburu Itu Peluru

Judul: Cemburu itu Peluru Penulis: Andy Tantono, Erdian Aji, Kika Dhersy Putri, Novita Poerwanto, Oddie Frente   Penerbit: Gramedia Pustaka Utama   Tahun: 2011   Tebal: 160 halaman ISBN: 978-979-22-6868-3 DADAKU SESAK. Puisi yang kugubah sepenuh hati untukmu, kau bacakan pada sahabatku.( @Irfanaulia, via @fiksimini)     Berawal dari sebuah akun twitter @fiksimini, lima penulis antara lain Erdian Aji, Novita Poerwanto, Oddie Frente, Kika Dhersy Putry, dan Andy Tantono berhasil membawa angin segar dalam mengembangkan karya lewat benih fiksi 140 karakter. Singkat, namun ‘ledakan’nya terasa.   Lima penulis ini memiliki masing-masing ciri khas dalam menuliskan fiksinya dan hasilnya jarang mengecewakan. Ide cerita dari 140 karakter menghasilkan beragam cerita super pendek bertema cinta dan kecemburuan. Cinta dalam Cemburu itu Peluru digambarkan begitu dekat dengan realita, senyaman apa pun sengeri bagaimana pun. Cinta dalam Cemburu itu Peluru tidak hanya dimaknai se

Beasiswa LPDP: Mengeja Kemungkinan dengan Keyakinan

Setelah bertahun-tahun blog ini tidak terjamah, saya akhirnya menulis lagi. Akhir-akhir ini saya sering blogwalking tentang berbagai cerita pengirim lamaran beasiswa LPDP. Menarik dan informatif, sehingga saya pun ingin bercerita hal yang sama dengan sudut pandang saya. This is based on true story. Ini berdasarkan pengalaman saya yang mengikuti seleksi periode 3 tahun 2015 yang diselenggarakan sejak April-September. Sebelum Apply Lpdp… Saya ingin share cerita pengalaman saya apply beasiswa LPDP. Beasiswa dari pemerintah yang lagi hits di kalangan pemuda sekarang. Selama kuliah S1, saya tidak pernah punya pengalaman apply beasiswa. Pengetahuan saya seputar beasiswa juga minim. Cuma informasi beasiswa LPDP yang saya baca rigid setelah lulus S1. Saya juga sempat menghadiri seminar sosialisasi beasiswa LPDP di kampus saya. Sekedar flashback, saat pengadaan seminar tersebut ternyata ada sistem kuota yang dijalankan secara o