Adalah seorang gadis belia yang beranjak dewasa. Kesepian dan hanya mengarahkan hidupnya hanya untuk tujuan pastinya, yakni merampungkan masa studi wajibnya, (dalam peraturan keluarganya)mulai dari sekolah dasar hingga lulus sarjana.
Gadis belia ini hanya gadis biasa. Hingga pada suatu waktu, ketika ia mengenyam pendidikan di sebuah universitas bergengsi di propinsinya, ia mulai memperluas pergaulannya. Tujuan utamanya tetap tak berubah, mencari pendidikan baik di bangku perkuliahan maupun dalam sebuah forum organisasi.
Gadis belia ini tetap saja seperti gadis biasa. Di sebuah unit kegiatan mahasiswa di kampusnya, yang berbasis jurnalisme, gadis ini mulai merintis karirnya dalam berorganisasi. Minatnya untuk mendalami dunia kuli tinta ini tak main-main. Ia terus menerus mengasah kemampuannya. Ia juga mencoba mengenal banyak mahasiswa dari berbagai fakultas lain di forum itu. Dan dalam kurun waktu yang singkat, ia merasakan kenyamanan yang tak ia pernah ia dapatkan dimanapun, sekali pun di keluarganya…
Hingga pada suatu waktu…
Seseorang dalam forum itu mulai menaruh simpati lebih pada gadis ini. Entah karena faktor apa.Ia mencoba untuk mengenal dan mengalihkan perhatian gadis ini. Gadis yang sebenarnya tak paham dengan nama benda yang disebut cinta. Baginya, benda abstrak itu omong kosong. Gadis ini tidak biasa mengisi hidupnya dengan hal-hal yang tak mempunyai tujuan.Dan ia menganggap cinta itu tak mempunyai tujuan. Sama sekali.
Seseorang yang sebenarnya adalah seorang pemuda itu tetap saja, tak mau tahu tentang ketidak minatan gadis ini terhadapnya.Ia mencoba berdialog apapun dengan gadis ini, mulai dari masalah organisasi hingga pada masalah yang tak bisa diklasifikasikan. Namun anehnya, gadis ini terus menerus merespon. Menurut pikiran lugunya, semua itu berhubungan dengan organisasi.
Sampai pada hari yang sama sekali tak tepat, pemuda itu berisikeras untuk tetap mendapatkan gadis ini. Tak peduli tentang apa pun. Gadis yang tak biasa dengan segala hal yang berhubungan dengan perubahan status kesendiriannya itu akhirnya takluk pada argumen-argumen realistis dari pemuda itu.
Bisa disimpulkan, ia mengagumi argumennya, pada awalnya.
Namun…sepanjang waktu ia menjalani, ia tak mampu mengakui. Bahwa ketidakbiasaan yang selama ini ia pertahankan akhirnya hancur karena satu hal. Tentang benda abstrak yang ia percayai hanya sekedar omong kosong yang sering disebut…
Cinta…
ihiiiiiirrr... mas ehemm yaa
ReplyDelete