Skip to main content

INTO THE WILD: Kisah Tragis sang Petualang Muda




Penulis: Jon Krakauer
Penerjemah: Lala Herawati Dharma
Penyunting: Maria M. Lubis
Penerbit: Qanita
Tahun: Februari, 2005
Tebal: 442 halaman



“Aku ingin pergerakan dinamis, bukan kehidupan yang tenang. Aku mendambakan kegairahan, bahaya, dan kesempatan untuk mengorbankan diri bagi orang yang kucintai. Aku merasakan di dalam diriku, tumpukan energi sangat besar yang tidak menemukan penyaluran di dalam kehidupan kita yang tenang.”
– Leo Tolstoy (“Family Happines”)


Tokoh utama dalam buku non-fiksi ini adalah Christopher Johnson McCandless, seorang pemuda berusia 24 tahun yang telah merampungkan studinya di Universitas Emory pada tahun 1990. Ia adalah seorang anak dari keluarga kaya di Kota Washington, D.C. Ayahnya, Walt McCandless adalah seorang insinyur angkasa luar yang bekerja untuk perusahaan konsultan miliknya sendiri bernama User System, Inc. Mitra kerjanya adalah ibu Chris, Billie.

Chris McCandless pemuda pandai. Ia lulus dengan indeks prestasi kumulatif 3,72 dari jurusan Sejarah dan Antropologi. Kemudian ia ditawari untuk menjadi anggota Phi Beta Kappa, tetapi ia menolak, bersikeras bahwa gelar dan kehormatan sama sekali tidak relevan. Keyakinannya ini dipengaruhi oleh pemikiran Leo Tolstoy, penulis favoritnya. McCandless menjadi pemuda yang idealis dan cenderung menjauhkan diri dari kehidupan modern.

Akhir Juni 1990, McCandless memasukkan semua harta miliknya ke dalam mobil Datsun B210 miliknya lalu melakukan perjalanan ke arah barat Atlanta. Tidak ada yang tahu rencana kepergiannya ke alam liar. McCandless benar-benar ingin memisahkan diri dari kehidupannya dan orang-orang terdekatnya.

Dalam perjalannya menuju alam liar Alaska, McCandless berangsur-angsur mengubah pola hidupnya. Awalnya, ia mengganti nama pemberian orang tuanya tersebut dengan Alexander Si Petualang Super. Ia bermaksud menghilangkan jejak dari kedua orang tuanya. Alhasil, Walt dan Billie memang tidak bisa menemukan putra kesayangan mereka itu. McCandless sebenarnya memiliki permasalahan dengan orang tuanya. Sehingga membuatnya makin yakin untuk menjauhi keluarga yang sangat menyayanginya itu.


Jon Krakauer menuliskan bahwa Chris McCandless menyumbangkan seluruh tabungannya sebesar 24 dolar untuk amal, meninggalkan mobil Datsunnya, dan hampir seluruh kekayaannya, serta membakar uang tunai yang ada di dalam dompetnya. Kemudian dia menciptakan model kehidupan baru untuk dirinya sendiri, menetap di tengah alam liar di luar lingkungan masyarakat, mencari pengalaman yang murni dan transedental.

Banyak sekali orang-orang yang berpengaruh bagi kehidupan McCandless selama perjalanannya ke Alaska. Orang-orang ini berjasa baginya karena memberi tumpangan ketika McCandless berjalan di tengah jalan, memberi pekerjaan bagi McCandless untuk melanjutkan hidup, atau sekedar memberi inapan satu dua malam. Orang-orang ini tidak pernah dilupakan oleh McCandless karena ia selalu berjanji pada mereka untuk mengirim kartu pos ketika ia berpisah untuk kembali melanjutkan perjalanan ke Alaska yang memakan waktu selama dua tahun ini.

Pada April 1992 McCandless tiba di Fairbanks. 1 Mei 1992 ia menemukan bus nomor 142 terdampar di sebelah barat Healy. Bus yang hanya tinggal kerangka saja itu adalah buatan International Harvester yang merupakan bagian dari Sistem Transit Antarkota Fairbanks. Bus itu sengaja ditinggalkan ketika cairan salju dan banjir musiman memotong rute sebuah proyek pertambangan bijih besi.

Foto Chris McCandless di depan bus no 142 dalam buku Into The Wild
 (http://ceripadley.files.wordpress.com)
McCandless menikmati bus itu sebagai rumah barunya di alam liar. Ia hidup dengan berburu landak, rusa, bebek dan memakan umbi-umbian dan buah raspberry. Kehidupan alam liar itu membuat obsesinya untuk menjauhkan diri dari kehidupan modern tercapai. Namun, kebahagiaan ini hanya berlangsung singkat. Empat bulan kemudian, Chris McCandless ditemukan oleh para pemburu rusa sudah tewas. Jenazahnya sudah busuk, diperkirakan ia telah meninggal dua minggu sebelum penemuan itu.

Kasus kematian McCandless ini disimpulkan karena ia kelaparan. Namun Jon Krakauer, penulis buku ini, menelisik lebih dalam lagi kepada peneliti-peneliti yang kemungkinan dapat memecahkan misteri kematian pemuda idealis ini. Kematian McCandless begitu menyisakan kesedihan mendalam bagi keluarga dan orang-orang yang ia temui selama perjalanannya ke Alaska.

Kisah Chris McCandless ini awalnya ditulis oleh Jon Krakauer dalam majalah Outside edisi Januari 1993 sepanjang 9000 kata. Setelah itu banyak media-media lain yang mengangkat kisah McCandless kepada publik. Jon Krakauer tertarik untuk menelusuri kembali jejak McCandless yang kemudian berhasil dibukukannya, dan diterbitkan pada tahun 1996.

Buku non-fiksi Into The Wild ini sangat menarik dari segi konten cerita, gaya penulisan investigative, dan alur cerita yang tidak bisa ditebak pembaca. Jon Krakauer sangat lihai memperdalam bukti-bukti yang menguatkan fakta-fakta baru tentang kematian McCandless ini. Ia tidak enggan menjadi McCandless kedua ketika ia ingin mendapatkan data sedetail-detailnya tentang cerita misteri pemuda ini. Setiap chapter bukunya diimbuhkan tulisan pembuka dari buku-buku yang dibaca McCandless ataupun dari kutipan-kutipan tertulis dari pemuda itu, sehingga membuatnya semakin menarik dibaca.

Kurangnya pengalaman pembaca dalam memahami peta dan lokasi yang diceritakan Jon Krakauer dalam buku ini bisa jadi membuat buku ini kurang bisa dimengerti seutuhnya oleh pembaca. Meski dalam buku ini sudah dilengkapi dengan peta, visualisasi tokoh dan lokasi sepertinya diperlukan untuk menyempurnakan pemikiran visual pembaca, sehingga meskipun tidak semua pembaca memiliki unsur proximity (kedekatan) geografis dan psikologis, pembaca tetap menikmati setiap alur cerita ini.

Jon Krakauer/ http://freshairfortcollins.com

Terlepas dari kekurangan buku ini, Jon Krakauer berhasil memainkan emosi pembaca dari gaya penulisan alur back-first-back. Ia berhasil mengkonsep pemuda idealis yang sangat terobsesi namun tewas pada akhirnya menjadi cerita pemuda ambisius yang dijadikan pengalaman bagi keluarga yang memiliki anak. Cerita McCandless bukan lagi dipandang sebagai cerita yang sia-sia tapi sarat akan hikmah dalam setiap perjalanannya.

Into The Wild kembali diapresiasi dengan diluncurkannya film berjudul sama pada tahun 2007. Artikel Jon Krakauer tentang Chris McCandless di majalah Outside membuatnya menjadi finalis National Magazine Award. Ia juga mendapat penghargaan dari American Alpine Club Literay. Jon Krakauer terkenal sebagai penulis best seller Into Thin Air: Kisah Tragis Pendakian Everest. Karya tulisnya banyak dimuat di Smitshonian, National Geographic, Playboy, Rolling Stone, dan Architecture Digest.



“Halaman demi halaman menakjubkan ini ditulis dengan alur cepat, gaya yang sempurna, dan kerendahan hati. Tidak ada pencitraan McCandless yang serampangan dan murahan, begitu pula karya Krakauer ini.” – Kirkus Review.




Comments

  1. sepertinya salah satu referensi bacaan baru nih, thank for sharing

    ReplyDelete
  2. Sepertinya bagus nih :) ntar dicoba, ya.. Skr lgi dijejeli Infernonya Dan Brown dulu :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. gan minta link donlot yang edisi nahasa indonesia, pliss ktemunya cuman ingriss

      Delete
  3. Seperti komen saya di fb, pada akhirnya dia sadar hidup sendirian ga enak. Sedih juga ya. Tapi cerita tragis ini jadi kaca buat muda-mudi yang masih bergejolak yang suka ngotot bisa hidup sendiri & berbeda dengan kebanyakan orang. Gak apa-apa, sih. Tapi kalo berlebihan jadinya kayak McCandless. Kadang2 kita masih butuh orangtua & teman. Buat apa? ya buat berbagi kebahagiaan. Happiness is only real when shared, kata dia sendiri sebelum meninggal yang dia tulis di jurnalnya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya kira McCandless bukan 'pemuda yang ngotot hidup sendiri'. Di novelnya, ia menjalin relasi dengan beberapa orang yang membantunya menuju Alaska. Ia hanya menjauhkan diri dari kemunafikan keluarganya. Tentu saja, ia mengakui happiness is only real when shared, karena waktu itu ia ingin membagi cerita bahagianya tentang Alaska. Namun sayang, ketika ia berniat kembali, sungai penghubung menuju Alaska meluap sangat deras dan memaksanya kembali ke bus 142. Kematian McCandless sama sekali tidak sia-sia. Bahkan hingga 20 tahun setelah ia meninggal, ceritanya masih hangat diperbincangkan.

      Delete
    2. Oh jadi waktu yang sungainya terputus itu dia mau kembali? baru ngeh saya,kirain mau terus melanjutkan perjalanan . terimakasih sudah membuat saya lebih mengerti .

      Delete
  4. film nya istimewa nih

    ReplyDelete
  5. Salut sama jalan hidup yang dia inginkan, sementara jika sekarang, jarang anak-anak dari kalangan berada yg mau hidup susah. namun sedih juga sama akhir hidupnya yang tragis......

    ReplyDelete
  6. http://www.facebook.com/notes/dimas-yulian/now-i-walk-into-the-wild/168117443224593


    tulisan lain......

    ReplyDelete
  7. keren banget emang filemnya :'(

    ReplyDelete
  8. saya belum pernah baca bukunya, tapi film nya udah pernah nonton, dan keren!

    ReplyDelete
  9. gw udah nonton filmnya, asli kereeennnn bangeeettttt

    ReplyDelete
    Replies
    1. gan minta link donlot buku iinto the wild edisi indonesia, pliss

      Delete
  10. filmnya juga sangat bagus,,,,,,,saya dapat mengambil sisi positifnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup!
      Kadang-kadang aku punya keinginan seperti McCandless. Sayang ya, kenapa harus mati? :(

      Delete
  11. Ada yang punya bukunya ngga? Boleh dong sharing..

    ReplyDelete
  12. http://www.newyorker.com/books/page-turner/how-chris-mccandless-died

    sedikit referensi nii

    ReplyDelete
    Replies
    1. apa yg ada di dalam pemikiran lox loary penulis favoritnya macandals sehingga dapat mempengaruhuhi main character tersebut ? ada yg bisa jawab

      Delete
  13. Ceritanya memang menarik,dan salut untuk anti kemapanannya.
    Menarik tapi tak patut di tiru,di ambil sisi baiknya saja.

    ReplyDelete
  14. pas nonton film ini.. saya malah jadi inget sama sosok soe hok gie :D

    ReplyDelete
  15. Ada yg punya bukunya? Mau di jual atw di sewain gak? Pm 081212105419
    Terimakasih

    ReplyDelete
  16. Penasaran pengen nonton film tersebut.

    ReplyDelete
  17. Gw amat sukak filmnya. banyak values positif yg kita ambil. bukan masalah kesendiriannya tp McCandless ingin mencari "kesejatiannya" melepas segala hedonis yg menempel didirinya. Kreeeeeen!

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Cemburu Itu Peluru

Judul: Cemburu itu Peluru Penulis: Andy Tantono, Erdian Aji, Kika Dhersy Putri, Novita Poerwanto, Oddie Frente   Penerbit: Gramedia Pustaka Utama   Tahun: 2011   Tebal: 160 halaman ISBN: 978-979-22-6868-3 DADAKU SESAK. Puisi yang kugubah sepenuh hati untukmu, kau bacakan pada sahabatku.( @Irfanaulia, via @fiksimini)     Berawal dari sebuah akun twitter @fiksimini, lima penulis antara lain Erdian Aji, Novita Poerwanto, Oddie Frente, Kika Dhersy Putry, dan Andy Tantono berhasil membawa angin segar dalam mengembangkan karya lewat benih fiksi 140 karakter. Singkat, namun ‘ledakan’nya terasa.   Lima penulis ini memiliki masing-masing ciri khas dalam menuliskan fiksinya dan hasilnya jarang mengecewakan. Ide cerita dari 140 karakter menghasilkan beragam cerita super pendek bertema cinta dan kecemburuan. Cinta dalam Cemburu itu Peluru digambarkan begitu dekat dengan realita, senyaman apa pun sengeri bagaimana pun. Cinta dalam Cemburu itu Peluru tidak hanya dimaknai se

SENJA DI JAKARTA

Penulis         : Mochtar Lubis Penerbit       : Yayasan Obor Indonesia Tahun          : Juli 2009 (Cetakan Kedua) Tebal buku   : 405 halaman Ukuran     : 17cm x 11 cm   Senja di Jakarta merupakan novel yang mengusung tema kehidupan politik dan sosial di Jakarta selama kurun waktu 1960an. Awalnya, novel ini terbit dalam bahasa Inggris dengan judul Twilight in Jakarta pada tahun 1963, dan terbit dalam bahasa Melayu tahun 1964. Sebelum Mochtar Lubis memulai kisah dalam novel ini, ia menuliskan bahwa semua pelaku dan tokoh serta kejadian dalam cerita ini tidak pernah ada dan tidak pernah terjadi sebenarnya. Secara keseluruhan, cerita yang disajikan oleh penulis memang tidak bisa dipastikan benar-benar terjadi, namun pada dasarnya detail peristiwa yang dituliskannya memang pernah terjadi dan sering terjadi di Indonesia.