Aku telah berhari-hari menundukkan ragaku diatas tumpuan harapan yang masih kelabu. Harapan yang sering diucapkan oleh tuanku. Tentang menjadikanku seorang gadis yang berjiwa, bukan lagi sebuah boneka. Apalagi dalam kardus. Kardus hatinya.
Kulihat gudang pikirannya telah lengang. Tak terlihat lagi jajaran boneka-boneka lain yang mendapat perhatian sepertiku. Aku sama sekali tak merasa kesepian akan boneka-boneka yang hilang entah kemana itu. Justru aku merasa sangat senang, sebab aku disini, hanya sendiri, hanya bersama tuanku itu. Dan itu membuatku merasa sangat istimewa di matanya. Semoga di hatinya juga.
Tak lama rasa istimewa itu singgah, suatu hari tuanku menemukan sebuah boneka yang jatuh di bawah lantai gudang pikirannya. Aku pernah melihat boneka itu sebelumnya, di tempat yang sama. Tapi aku lebih memilih diam, tak memanggilnya. Sebab aku takut, tuanku akan mengambilnya, membersihkannya dari noda-noda luka hati, lalu meletakkan boneka itu disampingku. Dan itu berarti aku lagi-lagi tak berhasil menjadi yang teristimewa bagi tuanku itu.
Boneka itu, bukan boneka dalam kardus sepertiku. Boneka itu, bebas, berjalan-jalan menikmati oase hati tuanku yang segar. Yang sangat ingin aku selami.
Dan aku tetap menjadi boneka dalam kardus hatinya. Diam. Tak mampu menjerit pada tuanku itu bahwa aku pun ingin berjalan-jalan menyelami oase hatinya. Seperti boneka itu.
Namun, pada suatu waktu, boneka berkulit langsat itu tak lagi ku lihat di oase hati tuanku seperti biasanya. Aku pun tak melihat ia di gudang pikiran tuanku. Dan kupastikan, aku benar-benar seorang diri disini. Bukan di kardus !
Aku merasakan kesejukan melebihi hujan di malam hari, ketika tubuh ringkih tak berjiwaku berada di sebuah padang air yang bening. Yang bisa aku yakini sebagai oase ! yah aku berada di oase hati tuanku. Mimpi yang selalu aku rajut tanpa kepastian itu akhirnya ada. Ada di mataku.
Kini, aku bukan lagi boneka dalam kardus. . .
Comments
Post a Comment