Skip to main content

Bung Karno, Just Stay in Your Long Sleep





Don’t look at future with the blind eyes! The past is useful for Bengal mirror in the future. (Soekarno’s Speech in Independence Day 1996)


Soekarno, that’s Indonesia people know him. His real name was Koesna Sosrodihardjo. Born on June, 6, 1901 and died on June, 21, 1970. Soekarno in the eyes of history books which published among elementary school students was a hero. Hero of Independence Day who looked dashing with the text of proclamation. Yet, Soekarno’s dignity was limited to the story of high school history course. Indonesia’s history books, political, and other media in the college began to uncover polemic of Soekarno, during his life in his power.

Soekarno was known as the first president of Republic of Indonesia who held governance since 1950 until 1966. Politic in Soekarno period was started by arising of Indonesia Communist Party (PKI) so it can shuffle him along in the condition of immersed. Soekarno in his history was much against all people who didn’t disagree with his ideology. Moreover Soekarno was not unwilling to jail his partners who were not agreeing with his views. Soekarno was controversial figure until the day when he informed in ill condition. And finally he passed away and buried in Blitar, East Java.
  
All about Soekarno was about Indonesia. Perhaps not little people who have read polemic history about Soekarno in his governance will consider that Soekarno was authoritarian leader who didn’t side to public. But, not little people too who can appreciate that Soekarno was creator of nation history.

If Soekarno never alive, maybe there was no August, 17, 1945 which celebrated as Independence Day, there was no communist term which make this nation awakened to learn it, no title about Authoritarian Press in history books of media in Indonesia and there would be other probabilities that can be occur if Soekarno never was.

Anyhow, Soekarno was the main actor who played historical film in this mother earth. By laying a glass in history, this national democratic life maybe better in his leader era. We felt transpirations having a nation life in media. That’s must be like that. But it’s not only this life now is better than live in Soekarno era. At least, if we live in his era we would not listen to press information about corruption of government every day.

21st June, the day of Soekarno’s died. Yeah…one equal thousands of Indonesia youth who remember even understand about his history, maybe it’s only students of political and historical science. Soekarno maybe would remain when Past Celebrating in the big city.

Hoping your new life can comfort your mind, your heart, and your soul, Mr.Karno…
Don’t worries, Indonesia will always remember you…

Read Indonesia version at

Comments

Popular posts from this blog

INTO THE WILD: Kisah Tragis sang Petualang Muda

Penulis: Jon Krakauer Penerjemah: Lala Herawati Dharma Penyunting: Maria M. Lubis Penerbit: Qanita Tahun: Februari, 2005 Tebal: 442 halaman “Aku ingin pergerakan dinamis, bukan kehidupan yang tenang. Aku mendambakan kegairahan, bahaya, dan kesempatan untuk mengorbankan diri bagi orang yang kucintai. Aku merasakan di dalam diriku, tumpukan energi sangat besar yang tidak menemukan penyaluran di dalam kehidupan kita yang tenang.” – Leo Tolstoy (“ Family Happines ”) Tokoh utama dalam buku non-fiksi ini adalah Christopher Johnson McCandless, seorang pemuda berusia 24 tahun yang telah merampungkan studinya di Universitas Emory pada tahun 1990. Ia adalah seorang anak dari keluarga kaya di Kota Washington, D.C. Ayahnya, Walt McCandless adalah seorang insinyur angkasa luar yang bekerja untuk perusahaan konsultan miliknya sendiri bernama User System, Inc. Mitra kerjanya adalah ibu Chris, Billie. Chris McCandless pemuda pandai. Ia lulus dengan indeks prestasi kum

Cemburu Itu Peluru

Judul: Cemburu itu Peluru Penulis: Andy Tantono, Erdian Aji, Kika Dhersy Putri, Novita Poerwanto, Oddie Frente   Penerbit: Gramedia Pustaka Utama   Tahun: 2011   Tebal: 160 halaman ISBN: 978-979-22-6868-3 DADAKU SESAK. Puisi yang kugubah sepenuh hati untukmu, kau bacakan pada sahabatku.( @Irfanaulia, via @fiksimini)     Berawal dari sebuah akun twitter @fiksimini, lima penulis antara lain Erdian Aji, Novita Poerwanto, Oddie Frente, Kika Dhersy Putry, dan Andy Tantono berhasil membawa angin segar dalam mengembangkan karya lewat benih fiksi 140 karakter. Singkat, namun ‘ledakan’nya terasa.   Lima penulis ini memiliki masing-masing ciri khas dalam menuliskan fiksinya dan hasilnya jarang mengecewakan. Ide cerita dari 140 karakter menghasilkan beragam cerita super pendek bertema cinta dan kecemburuan. Cinta dalam Cemburu itu Peluru digambarkan begitu dekat dengan realita, senyaman apa pun sengeri bagaimana pun. Cinta dalam Cemburu itu Peluru tidak hanya dimaknai se

Beasiswa LPDP: Mengeja Kemungkinan dengan Keyakinan

Setelah bertahun-tahun blog ini tidak terjamah, saya akhirnya menulis lagi. Akhir-akhir ini saya sering blogwalking tentang berbagai cerita pengirim lamaran beasiswa LPDP. Menarik dan informatif, sehingga saya pun ingin bercerita hal yang sama dengan sudut pandang saya. This is based on true story. Ini berdasarkan pengalaman saya yang mengikuti seleksi periode 3 tahun 2015 yang diselenggarakan sejak April-September. Sebelum Apply Lpdp… Saya ingin share cerita pengalaman saya apply beasiswa LPDP. Beasiswa dari pemerintah yang lagi hits di kalangan pemuda sekarang. Selama kuliah S1, saya tidak pernah punya pengalaman apply beasiswa. Pengetahuan saya seputar beasiswa juga minim. Cuma informasi beasiswa LPDP yang saya baca rigid setelah lulus S1. Saya juga sempat menghadiri seminar sosialisasi beasiswa LPDP di kampus saya. Sekedar flashback, saat pengadaan seminar tersebut ternyata ada sistem kuota yang dijalankan secara o