Bukan sedang menceritakan tentang huru hara orang-orang yang sibuk mengantre tiket bus sebelum lebaran, bukan juga sedang menceritakan tentang kerinduan seorang anak di negeri antah berantah akan maknya yang menunggu di rumah,
tapi ini menceritakan tentang seorang teman. Yang telah sekian hari menentukan pilihannya untuk bertahan di atas 'kereta' atau lebih memilih untuk turun si sebuah stasiun. 'Kereta' yang banyak membawa awak. 'Kereta' yang aku naiki juga...
Suatu sore yang redup, sebab mendung menutup sebagian wajah jingga mentari. Gadis itu datang dengan sejuta kekuatan untuk mengatakan pada seluruh penumpang di 'kereta' bahwa mulai detik ia berbicara, ia berarti telah memutuskan untuk turun di sebuah stasiun. Seluruh awak dalam 'kereta' itu telah melihat gelagat gadis itu sejak awal, tak terkecuali diriku.
Gadis itu, dalam beberapa hari terakhir, tak tampak riang. Tak juga berminat untuk bercanda bersama. Yang ia lakukan hanya memandang ke arah jendela, sembari menghitung tetes-tetes hujan, dan mulai menulis diatas kaca yang berembun dengan telunjuknya...
I wanna go home, I wanna free...
I wanna go home, I wanna free...
Begitu tulisannya yang sempat berhasil aku intip di balik sekat gerbong 'kereta'. Aku mencoba untuk duduk di sebelahnya, ingin menanyakan arti tulisan itu. Namun, hujan keburu menghapusnya. Aku hanya bisa menghela napasku. Berat.
"Apa 'kereta' ini harus menurunkan awaknya lagi?" bisik hati kecilku.
Tiba-tiba 'kereta' tua ini melambat. Suara gesekan roda dan rel menyepi. 'Kereta' ini tiba si sebuah stasiun. Aku memejamkan mataku, berharap tak akan ada yang turun. Tapi...
Di sepanjang jalan gerbong, aku melihat seluruh awak merapat di salah satu pintu 'kereta'. Aku cepat-cepat menyusup diantara mereka, ingin tahu, dan ingin memastikan bahwa semua awak lengkap.
Tapi TIDAK!
Gadis itu...telah hilang dibalik kerumunan orang di stasiun. Dan yang ku pandang hanyalah lambaian rambut panjangnya yang terlindungi topi hitam. Lambaian tangannya sempat terlihat pula, namun hanya sebentar.
Dan...awak yang lain memandangnya tanpa kedipan. Tak menyesal, tak bahagia.
'Kereta' yang sedari tadi aku tulis sebenarnya adalah penjelmaan pikiranku dari rumah keduaku, keluarga keduaku...
Yah...aku lagi-lagi kehilangan...
Tak banyak kata...
Semoga kau menemukan kebebasanmu setelah pulang, gadis...
sumpah ya, fotonya keran banget ...
ReplyDelete