Skip to main content

Daya Pikat Nama Arema


“Lukisan singa itu sering laku terjual. Orang-orang banyak yang tertarik karena singa itu lambang kebanggaan Arema,” tutur Anis, istri Hery, seorang penjual lukisan yang memberi nama usaha pigura dan lukisannya itu dengan nama Hery Arema. Hery di mata Anis adalah seorang fans berat klub sepakbola asal Kota Apel itu.

Kata Arema, lebih dipahami oleh sebagian besar masyarakat sebagai akronim dari ‘Arek Malang’. Kata ini juga diidentikkan dengan nama salah satu klub sepakbola yang lahir di Kota Malang pada 11 Agustus, 25 tahun silam.

Tidak ada pencatatan sejarah yang jelas dan terpercaya tentang pencetusan nama ini. Satu-satunya hal yang dapat dipastikan Arema di mata orang Malang dan Aremania (sebutan bagi fans Arema, red.) di Indonesia  bukan hanya sebuah nama yang mewakili klub sepak bola yang memiliki lambang singa. Nama Arema telah menjadi identitas tersendiri yang melekat dalam setiap individu yang memuja-mujanya.

Kefanatikan tentang Arema begitu terasa ketika menyusuri Kota Malang. Keberadaan atmosfer Arema tidak hanya berlaku ketika kesebelasan ini bertanding di stadium Gajayana, tetapi juga di sepanjang jalan, di setiap plakat yang sengaja dipasang para pebisnis di depan tempat usaha mereka.

   

Kenapa Arema?   

Kebanggaan terhadap Arema menjadikan banyak wirausahawan memajang nama klub pemenang Copa Indonesia 2006 ini pada usaha mereka. Arema Tour and Travel milik Abdul Rohman misalnya. Abdul Rohman yang mengaku penggemar fanatik Arema memulai usaha jasa transportasinya ini tujuh tahun setelah usaha penjualan atribut Arema. 

“Nama Arema saya ambil karena menyesuaikan dengan toko yang sudah berdiri sebelumnya. Toko yang berdiri sebelumnya menjual atribut Arema yang sampai saat ini ada. Saat mendirikan usaha Tour and travel saya sesuaikan saja namanya,” jelas Rohman.

Rohman juga menambahkan alasan utama ia menggunakan nama Arema pada usahanya ini hanya semata-mata karena ia adalah fans Arema. “Pendiri usaha ini kakak saya, Deny. Kami sama-sama penggemar fanatik Arema, mangkanya usaha ini dikasih nama Arema,” ungkapnya.

Hal senada juga disampaikan oleh pengusaha lain di jalan Ahmad Yani Kota Malang. Hery Arema yang berdiri sejak tahun 1990 merupakan bisnis pembuatan pigura dan lukisan yang dibentuk oleh Hery. “nama tokonya Hery Arema, soalnya suami saya suka sekali dengan klub Arema,” tutur Anis, istri Hery ketika ditanya tentang alasan pemakaian nama Arema pada usaha mereka.

Rohman dan Hery tidak sendiri. Di Malang, banyak dijumpai usaha-usaha lain yang berlomba menarik konsumen dengan nama kesebelasan kebanggaan arek Malang ini. Tidak hanya usaha-usaha besar seperti milik Rohman dan Hery, tetapi juga warung-warung kecil penjual makanan dan minuman di pinggir jalan pun ternyata menggunakan nama Arema.

Misalnya, Bambang, penjual Es Teler dan Es Doger Arema. Bapak paruh baya asal Madiun mengungkapkan bahwa ia menggunakan nama Arema untuk menyesuaikan dengan lingkungannya, karena jualannya berada di Malang, dan hampir seluruh masyarakat Malang suka dengan Arema. Setali tiga uang dengan Ibu Tubi, penjual warung bernama Pojok Arema.

“Karena jualannya di Malang, dan kebetulan suami saya juga suka dengan Arema,” kata warga asli Lumajang tersebut.

Arema, Bagai Gula Diantara Semut      

Mengenai pengaruh penjualan yang dirasakan oleh para seller ini, dengan menggunakan nama Arema pada usaha mereka, ternyata memberikan efek masing-masing.

Bagi Rohman, nama Arema memberikan profit yang tidak sedikit ketika klub berlogo macan ini berada di puncak pamornya, dan sebaliknya, profit itu menurun ketika Arema ‘berhenti mengaum’. Rohman juga menambahkan, pengaruh ini ia rasakan pada penjualan atribut Arema-nya. Pengaruh berbeda tapi sama dirasakan oleh Hery. Anis, istrinya, mengatakan bahwa nama Hery Arema tidak memberikan efek tersendiri pada pengaruh penjualan pigura dan lukisannya.

“Yang berimbas pada penjualan bukan karena Arema menang atau kalah, tapi karena hari libur. Kalau hari libur malah sepi, karena orang-orang keluar kota semua,” jelas wanita ini.

Ketika Anis melihat salah satu lukisannya yang bergambar kepala singa, ibu dua putra tersebutkap bercerita jika lukisan itu yang banyak diminati orang yang menggemari Arema. “Lukisan singa itu sering laku terjual. Orang-orang banyak yang tertarik karena singa itu lambang kebanggaan Arema,” tutur Anis.    

Lain halnya dengan Bambang dan Tubi, penggunaan nama Arema pada banner di depan warung mereka tidak memberikan profit yang cukup berarti. “Ga ada efeknya nama Arema ini, jualannya tergantung cuaca, es-nya bakalan laris kalau cuacanya panas, kalau lagi musim hujan ya sepi,” tutur Bambang.

Bagi Bambang dan Tubi, nama Arema hanya berfungsi agar pembeli mudah mengingat, selain berpatokan pada jalan tempat mereka berjualan. “Biar orang-orang mudah menghapal, makanya dikasih nama warung pojok Arema, kalau jualan saya sih laris terus, lha wong yang dijual emang nasi,” kata Ibu Tubi sambil tertawa.


Arema Branding, Legalkah? 

Sesungguhnya terdapat undang-undang yang mengatur masalah penggunaan nama atau merek dalam perdagangan yang telah diatur pada Undang-undang nomor 15 tahun 2001 mengenai penggunaan merek. Nama atau merek merupakan salah satu bentuk harta yang tidak berwujud (intangible property).  Artinya, merek memiliki nilai ekonomis.

Dalam hukum terdapat upaya untuk melindungi merek dagang maupun jasa.  Tujuannya, agar merek dagang atau jasa tersebut mendapatkan perlindungan hukum, sehingga hanya orang yang berhak sajalah yang dapat memanfaatkannya.

Seperti yang kita ketahui bahwa Arema sendiri mewakili nama dari klub sepak bola Malang, maka Arema dapat memberlakukan perijinian tersendiri atas penggunaan nama Arema. Namun untuk perijinan penggunaan Arema sebagai nama toko hingga kini masih belum dipertegas oleh pihak Arema. Pengusaha yang menggunakan Arema sebagai nama toko mereka merasa tidak masalah selama tidak menggunakan logo serta tagline yang sama persis dengan Arema Official.

Lebih jauh Rohman menjelaskan, “kalau sementara tidak izin. Sebenarnya, aturan yang dianjurkan izin ke pihak resminya, tapi berhubung sama-sama di Malang jadi tidak izin, tidak apa-apa. Tapi logo yang dipakai tentu saja tidak sama dengan logo resmi Arema. Saya hanya menggunakan logo huruf (A R E M A)”. Sementara logo resmi Arema adalah yang bergambarkan singa mengaum.

Untuk penjualan merchandise yang bertemakan Arema, pihak resmi Arema tetap melakukan kontrol. Hal ini dilakukan dengan pemberian nametag resmi dari pihak Arema. Dalam UU No. 15 Tahun 2001 tentang merek pada Bab V Pasal 43 ayat 1 dinyatakan pula pemberian izin oleh pemilik merek kepada orang lain berupa pemberian lisensi, yakni memberikan izin kepada orang lain untuk jangka waktu tertentu menggunakan merek tersebut sebagaimana ia sendiri menggunakannya. Lisensi yang diberikan Arema berbentuk nametag resmi tersebut.

Abdul Rohman menyatakan, “Untuk atribut yang dijual, pakai nametag resmi yang dikeluarkan oleh pihak Arema. Atribut seharga 60ribu kebawah beli nametag resmi tersebut seharga 2000-2500 rupiah untuk yang atribut seharga 60ribu keatas beli nametagnya lebih mahal. Untuk atribut yang saya jual tidak semua menggunakan nametag resmi”.

Penggunaan nametag ini juga dapat dikatakan sebagai salah satu upaya dari Arema untuk mengontrol produk-produk yang mengatasnamakan Arema. Hal ini dilakukan agar produk asli Arema tetap terjaga orisinalitasnya.

Menanggapi hal ini, seorang Media Officer Arema Indonesia, Sudarmaji, mengatakan nama Arema mengalami perluasan makna. Nama Arema tidak hanya terbatas pada nama sebuah klub sepakbola tapi juga sebagai icon dan kultur orang-orang Malang, sehingga nama Arema juga identik dengan Kota Apel ini.

Sudarmaji pun menjelaskan nama Arema yang dipakai oleh berbagai bisnis tersebut tidak dapat dicegah, karena pelegalan nama Arema tidak dapat dilakukan, pihak Arema Indonesia hanya bisa melakukan pelegalan terhadap logo klub mereka. Lebih lanjut, ia pun menyinggung bahwa Arema sebagai klub sepakbola juga merupakan industri milik rakyat, yang membutuhkan rakyat sebagai pendukung sehingga citra positif Arema juga bisa tercipta.   

“Selama nama Arema tidak persis, artinya tidak menggunakan font dan logo yang sama, kita tidak bisa mempermasalahkannya,” imbuhnya.

Senada dengan pendapat salah satu fans Persela Lamongan, Faiz Nashrillah menyatakan bahwa Arema layaknya klub sepakbola yang lain, tidak patut dikenakan hukum merek yang penggunaan namanya diatur oleh perundang-undangan.

“Arema itu klub sepakbola, klub sepakbola itu milik rakyat, jadi penggunaan nama Arema oleh para fans-nya menurutku legal-legal saja,” imbuhnya. Faiz pun mengatakan klub sepakbola tanpa rakyat (supporter, red.) sama saja seperti calon pemerintah tanpa dukungan.

Selama ini kita pun tidak pernah mendengar tentang klub sepakbola Indonesia yang menuntut para penjual atribut-atribut mereka karena plagiarism produk asli ataupun sekedar menggunakan nama resmi mereka. Sejatinya, dengan adanya pengusaha yang menggunakan nama Arema akan dapat pula menguntungkan pihak Arema.

Selain dapat meningkatkan produksi produk asli, nama Arema juga semakin terkenal dan mampu melahirkan supporter lebih banyak lagi. Pihak resmi Arema diharapkan dapat merangkul seluruh pebisnis pengguna nama Arema agar menjadi lebih baik pula jalinan persaudaraan antar Aremania.     



(Indepth reporting ini telah diterbitkan dalam Majalah Kavling 10 Edisi Kedua yang mengusung tema AREMA. Saya melakukan peliputan bersama salah satu rekan bernama Layla, anggota baru di LPM Kavling 10, namun setelah tulisan ini selesai, ia tak lagi aktif di organisasi.)
    




   

Comments

  1. Ini sih bukti kalo Arema terlalu dicintai warga Malang secara umum.
    Ada lagi keuntungan lain dari branding asal-asalan ini, menurut saya. Ini bisa memberikan 'psywar' dalam laga kandang Arema jika tim lawan berada di kawasan dengan embel-embel 'Arema' di setiap penjuru.

    Nice writing, gonna lean on some parts of this article for my task. Thanks :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

INTO THE WILD: Kisah Tragis sang Petualang Muda

Penulis: Jon Krakauer Penerjemah: Lala Herawati Dharma Penyunting: Maria M. Lubis Penerbit: Qanita Tahun: Februari, 2005 Tebal: 442 halaman “Aku ingin pergerakan dinamis, bukan kehidupan yang tenang. Aku mendambakan kegairahan, bahaya, dan kesempatan untuk mengorbankan diri bagi orang yang kucintai. Aku merasakan di dalam diriku, tumpukan energi sangat besar yang tidak menemukan penyaluran di dalam kehidupan kita yang tenang.” – Leo Tolstoy (“ Family Happines ”) Tokoh utama dalam buku non-fiksi ini adalah Christopher Johnson McCandless, seorang pemuda berusia 24 tahun yang telah merampungkan studinya di Universitas Emory pada tahun 1990. Ia adalah seorang anak dari keluarga kaya di Kota Washington, D.C. Ayahnya, Walt McCandless adalah seorang insinyur angkasa luar yang bekerja untuk perusahaan konsultan miliknya sendiri bernama User System, Inc. Mitra kerjanya adalah ibu Chris, Billie. Chris McCandless pemuda pandai. Ia lulus dengan indeks prestasi kum...

Beasiswa LPDP: Mengeja Kemungkinan dengan Keyakinan

Setelah bertahun-tahun blog ini tidak terjamah, saya akhirnya menulis lagi. Akhir-akhir ini saya sering blogwalking tentang berbagai cerita pengirim lamaran beasiswa LPDP. Menarik dan informatif, sehingga saya pun ingin bercerita hal yang sama dengan sudut pandang saya. This is based on true story. Ini berdasarkan pengalaman saya yang mengikuti seleksi periode 3 tahun 2015 yang diselenggarakan sejak April-September. Sebelum Apply Lpdp… Saya ingin share cerita pengalaman saya apply beasiswa LPDP. Beasiswa dari pemerintah yang lagi hits di kalangan pemuda sekarang. Selama kuliah S1, saya tidak pernah punya pengalaman apply beasiswa. Pengetahuan saya seputar beasiswa juga minim. Cuma informasi beasiswa LPDP yang saya baca rigid setelah lulus S1. Saya juga sempat menghadiri seminar sosialisasi beasiswa LPDP di kampus saya. Sekedar flashback, saat pengadaan seminar tersebut ternyata ada sistem kuota yang dijalankan secara o...

Cemburu Itu Peluru

Judul: Cemburu itu Peluru Penulis: Andy Tantono, Erdian Aji, Kika Dhersy Putri, Novita Poerwanto, Oddie Frente   Penerbit: Gramedia Pustaka Utama   Tahun: 2011   Tebal: 160 halaman ISBN: 978-979-22-6868-3 DADAKU SESAK. Puisi yang kugubah sepenuh hati untukmu, kau bacakan pada sahabatku.( @Irfanaulia, via @fiksimini)     Berawal dari sebuah akun twitter @fiksimini, lima penulis antara lain Erdian Aji, Novita Poerwanto, Oddie Frente, Kika Dhersy Putry, dan Andy Tantono berhasil membawa angin segar dalam mengembangkan karya lewat benih fiksi 140 karakter. Singkat, namun ‘ledakan’nya terasa.   Lima penulis ini memiliki masing-masing ciri khas dalam menuliskan fiksinya dan hasilnya jarang mengecewakan. Ide cerita dari 140 karakter menghasilkan beragam cerita super pendek bertema cinta dan kecemburuan. Cinta dalam Cemburu itu Peluru digambarkan begitu dekat dengan realita, senyaman apa pun sengeri bagaimana pun. Cinta dalam Cemburu itu P...