Skip to main content

Kartun Anak-Anak: Dari Doraemon Hingga Larva

Kartun Doraemon

Bagi yang pernah mengenal kartun serial Doraemon pasti sudah tidak asing lagi dengan tokoh bernama Nobita, Shizuka, Suneo, dan Giant. Mereka selalu hadir setiap hari Minggu pagi di salah satu stasiun televisi swasta Indonesia. Doraemon merupakan kartun buatan Jepang yang pertama kali menayangkan episodenya pada tahun 1979.

Kartun ini bercerita tentang seekor kucing ajaib bernama Doraemon yang tinggal bersama keluarga Nobita. Disebut ajaib, karena kucing ini digambarkan bisa berkomunikasi laiknya manusia, ditambah dengan keistimewaannya mempunyai kantong yang berisi segala kebutuhan yang diinginkan.

Nobita, anak laki-laki berkacamata yang tidak bisa hidup tanpa Doraemon. Ia selalu membutuhkan pertolongan Doraemon ketika tertimpa masalah. Suneo dan Giant adalah dua peran antagonis yang selalu iri terhadap apa yang dimiliki Nobita, sedangkan Shizuka adalah satu-satunya peran gadis cilik yang selalu baik hati dan membantu kesulitan Nobita.

Kartun selain Doraemon pun makin banyak mengisi waktu libur anak-anak di hari Minggu, misal: Dragon Ball, Ninja Hatori, Chibi Marukochan, Shincan, Tom and Jerry, Barbie, Jalan Sesama dan masih banyak lagi. Kartun ini eksis hingga tahun 2000an, namun keberadaannya jarang ditemui menjelang tahun 2008.

Kartun-kartun tersebut bersaing ketat dengan kartun baru yang muncul menjelang tahun 2008 seperti kartun dari Spanyol Dora The Explorer, Sponge Bob Square Pants, Shaun The Sheep dan yang terbaru adalah Larva. Kartun ini tidak hanya tayang hari Minggu tapi juga di sore hari di hari aktif. Anak-anak pun disuguhi gaya konsep baru dalam kartun yang mereka tonton.

Larva adalah judul kartunnya, bercerita tentang dua binatang kecil mirip belatung yang hidup di dalam saluran air. Cerita kedua belatung ini tidak diperjelas dengan dialog tapi hanya fokus pada gerakan-gerakan. Ide yang dimunculkan lebih kepada konsep kelakuan konyol yang dilakukan oleh belatung tersebut.

Pergeseran konsep kartun yang dikonsumsi anak-anak ini memang bisa dikatakan kreatif, tidak monoton, dan memberi ide segar. Anak-anak cenderung cepat bosan jika disuguhi tayangan yang sama, tidak terkecuali kartun. Jika ada kartun jenis baru, maka mereka pasti memilih yang baru.

Konsep Doraemon dan konsep Larva sangat berbeda, dilihat dari pemilihan tokoh, setting cerita, alur cerita, dan values of story yang terkandung di dalamnya. Ketika mengikuti kuliah Cultural Studies, Desi Dwi Prianti, dosen saya berkata bahwa konsep yang dibawakan oleh kartun Sponge Bob, Larva, memang dibuat oleh orang-orang yang menganut paham postmodernisme.

Kartun Larva


For your information,
postmodernisme merupakan paham yang berkebalikan dengan modernisme. Istilah ini saya kenal ketika belajar Cultural Studies. Modernisme merupakan paham dimana apa yang dikonstruksi oleh pemikiran mayoritas orang itulah yang benar dan kebanyakan ditiru. Sedangkan postmodernisme merupakan paham yang unik, cenderung menjauhi modernism dan berusaha menciptakan gaya pemikiran sendiri.

Lalu apa kaitannya dengan kartun Doraemon dan Larva? Doraemon bisa dianggap sebagai kartun yang menganut paham modernism sedangkan Larva adalah hasil pemikiran dari postmodernism. Doraemon terinspirasi dari kehidupan manusia yang sudah ada, sedangkan Larva menciptakan model cerita sendiri yang bahkan di dunia nyata sulit ditemui.

Kehidupan Nobita dan kawan-kawannya ini tidak lepas dari apa yang dilihat anak-anak dalam keseharian mereka. Nobita memiliki keluarga, memiliki teman, bersekolah, dan melakukan aktivitas lain yang bisa dinalar oleh anak-anak. Peran setiap tokoh dalam kartun ini jelas, mulai dari apa gendernya dan pekerjaan yang dilakukan, persis menyerap kehidupan sosial keseharian.

Berbeda dengan konsep Larva yang begitu abstrak. Tidak jelas menggambarkan apa gendernya, bagaimana peran sosialnya, lalu pekerjaan apa yang mereka lakukan. Jika karena konsep tokoh yang diusung Larva ini adalah hewan, hal ini juga berbeda dengan konsep kartun hewan yang diperankan oleh Tom & Jerry. Tom & Jerry masih jelas peran sosialnya di sebuah rumah dengan majikannya dengan tanggung jawab yang digambarkan dalam kartun tersebut.

Konsep kartun postmodernism ini bisa dicerna hikmahnya oleh orang-orang yang mampu berpikir jauh apa yang dimaksudkan si pembuat cerita. Penonton dituntut untuk berpikir sendiri apa hikmah yang mereka dapat usai menonton Larva yang memang absurd nilai cerita yang terkandung di dalamnya.

Berbeda dengan Doraemon yang memang mudah dinalar hikmah cerita di dalamnya. Ketika Nobita telat berangkat sekolah, Doraemon akan berdialog untuk menasihati agar Nobita tidak berangkat telat lagi. Doraemon juga sering berkata bahwa meski ia punya kantong ajaib, Nobita harus bisa menjadi anak yang mandiri, dan lain sebagainya.

Menurut saya, kemampuan otak anak-anak untuk berpikir dan mencerna lebih dalam masih kurang bisa dikuasai. Anak masih cenderung meniru apa yang mereka lihat. Ketika anak melihat kartun Doraemon, mereka pasti juga akan mendengar nasihat yang disampaikan. Tentu saja pemikiran mereka berbeda ketika menonton Larva. Anak-anak mungkin akan tertawa karena belatung itu berlaku konyol, namun apa yang didapat setelah menontonnya?

Pembaca berhak menentukan mana kartun yang menurutnya layak ditonton, sesuai dengan nalar manfaat masing-masing. Namun intinya, tidak semua kartun layak dikonsumsi oleh anak-anak. Oleh karena itu orang tua masih mempunyai tanggung jawab besar dalam membentuk karakter dan kepribadian anak lewat tayangan yang mereka konsumsi. Apalagi sekarang, anak-anak kekurangan sekali tayangan kartun atau acara khusus anak-anak yang mendidik. Televisi masih sarat akan hiburan sinetron, drama reality show, dan berita-berita politik.

Masih berharap anak-anak Indonesia punya kesempatan menikmati dunianya…


“Anda memiliki waktu seumur hidup untuk bekerja, namun anak-anak hanya memiliki masa kecil sekali.” - Anonim



Comments

  1. Iya sih ya. Larva itu walaupun lucu tapi nggak ada pesan moralnya.

    ReplyDelete
  2. banyak kartun yang katanya konsumsi untuk anak2 tapi kontennya orang dewasa.
    salam kenal mak.

    ReplyDelete
  3. Gak semua kartun didesain untuk anak-anak. Menurutku, kartun Spongebob didesain untuk orang dewasa. Soalnya banyak kata-kata yang terkesan berat, serta gaya humornya yang menurutku anak kecil mungkin gak bisa mencerna.

    ReplyDelete
  4. sip, infonya..
    ini hubungannya dengan penyiaran dan harus bener-bener memperhatikan label penyiaran (BO)

    ReplyDelete
  5. Larva meskipun lucu, menggemaskan dan menurutku masih mempunyai nilai pesan moral di dalamnya, hanya saja perlu pemahaman dan pemikiran yang lebih dalam agar dapat mencerna pesan moral yang ada dalam kartun Larva. But so far Larva masih cukup aman buat jadi konsumsi anak2 sebagai hiburan. Pengawasan orang tua selama anak menonton tv perlu diperhatikan agar anak menonton tontonan yang sekaligus menjadi tuntunan.

    Salam kenal sist ^^

    ReplyDelete
  6. Setau Saya larva itu bukan kartun yang ditujukan untuk anak2. Sama hal nya dengan kartun the simpsons. Kartun tersebut ditujukan untuk orang dewasa.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

INTO THE WILD: Kisah Tragis sang Petualang Muda

Penulis: Jon Krakauer Penerjemah: Lala Herawati Dharma Penyunting: Maria M. Lubis Penerbit: Qanita Tahun: Februari, 2005 Tebal: 442 halaman “Aku ingin pergerakan dinamis, bukan kehidupan yang tenang. Aku mendambakan kegairahan, bahaya, dan kesempatan untuk mengorbankan diri bagi orang yang kucintai. Aku merasakan di dalam diriku, tumpukan energi sangat besar yang tidak menemukan penyaluran di dalam kehidupan kita yang tenang.” – Leo Tolstoy (“ Family Happines ”) Tokoh utama dalam buku non-fiksi ini adalah Christopher Johnson McCandless, seorang pemuda berusia 24 tahun yang telah merampungkan studinya di Universitas Emory pada tahun 1990. Ia adalah seorang anak dari keluarga kaya di Kota Washington, D.C. Ayahnya, Walt McCandless adalah seorang insinyur angkasa luar yang bekerja untuk perusahaan konsultan miliknya sendiri bernama User System, Inc. Mitra kerjanya adalah ibu Chris, Billie. Chris McCandless pemuda pandai. Ia lulus dengan indeks prestasi kum

Cemburu Itu Peluru

Judul: Cemburu itu Peluru Penulis: Andy Tantono, Erdian Aji, Kika Dhersy Putri, Novita Poerwanto, Oddie Frente   Penerbit: Gramedia Pustaka Utama   Tahun: 2011   Tebal: 160 halaman ISBN: 978-979-22-6868-3 DADAKU SESAK. Puisi yang kugubah sepenuh hati untukmu, kau bacakan pada sahabatku.( @Irfanaulia, via @fiksimini)     Berawal dari sebuah akun twitter @fiksimini, lima penulis antara lain Erdian Aji, Novita Poerwanto, Oddie Frente, Kika Dhersy Putry, dan Andy Tantono berhasil membawa angin segar dalam mengembangkan karya lewat benih fiksi 140 karakter. Singkat, namun ‘ledakan’nya terasa.   Lima penulis ini memiliki masing-masing ciri khas dalam menuliskan fiksinya dan hasilnya jarang mengecewakan. Ide cerita dari 140 karakter menghasilkan beragam cerita super pendek bertema cinta dan kecemburuan. Cinta dalam Cemburu itu Peluru digambarkan begitu dekat dengan realita, senyaman apa pun sengeri bagaimana pun. Cinta dalam Cemburu itu Peluru tidak hanya dimaknai se

Beasiswa LPDP: Mengeja Kemungkinan dengan Keyakinan

Setelah bertahun-tahun blog ini tidak terjamah, saya akhirnya menulis lagi. Akhir-akhir ini saya sering blogwalking tentang berbagai cerita pengirim lamaran beasiswa LPDP. Menarik dan informatif, sehingga saya pun ingin bercerita hal yang sama dengan sudut pandang saya. This is based on true story. Ini berdasarkan pengalaman saya yang mengikuti seleksi periode 3 tahun 2015 yang diselenggarakan sejak April-September. Sebelum Apply Lpdp… Saya ingin share cerita pengalaman saya apply beasiswa LPDP. Beasiswa dari pemerintah yang lagi hits di kalangan pemuda sekarang. Selama kuliah S1, saya tidak pernah punya pengalaman apply beasiswa. Pengetahuan saya seputar beasiswa juga minim. Cuma informasi beasiswa LPDP yang saya baca rigid setelah lulus S1. Saya juga sempat menghadiri seminar sosialisasi beasiswa LPDP di kampus saya. Sekedar flashback, saat pengadaan seminar tersebut ternyata ada sistem kuota yang dijalankan secara o