Penulis : Iwan Setyawan
Penerbit : Gramedia Pustaka
Tahun : Juni, 2012
Tebal buku : 293 halaman
ISBN : 978-979-22-8568-0
“Buk, IPK-ku
3.52!” seru Bayek lewat telepon.
“Wah, kok 3.52?
Kok gak 8 atau 9?” tanya Ibuk.
Ibuk tidak pernah
menanyakan IP Bayek selama kuliah. Ia bahkan tidak tahu IP itu apa. Yang
penting Bayek bisa mengerjakan ujian dengan lancar…Sebuah novel karya Iwan Setyawan yang sebelumnya telah berhasil dengan novel best seller-nya yang berjudul 9 Summers 10 Autumns, Dari Kota Apel ke The Big Apple. Iwan Setyawan lahir di Batu, Malang, Jawa Timur 38 tahun silam telah membawa pulang jabatan sebagai mantan Director, Internal Client Management di Nielsen Consumer Research, New York.
Novel berjudul ibuk, ini secara garis besar bercerita tentang kehidupan sebuah keluarga yang kurang mampu namun tidak menyerah dalam menata masa depan anak-anak mereka.
Adalah Tinah, seorang gadis berusia 18 tahun yang menikah dengan Abdul Hasyim, seorang sopir angkot. Kemudian Tinah menjadi tokoh Ibuk, Abdul Hasyim menjadi tokoh Bapak. Keduanya dikaruniai lima orang anak, empat perempuan dan seorang anak laki-laki.
Perjalanan hidup Ibuk dan Bapak yang sulit dalam membesarkan kelima anak-anaknya diceritakan begitu menyentuh. Latar belakang Ibuk yang tidak lulus SD semakin menambah rasa haru ketika ia harus berjuang mencari pinjaman uang demi menyekolahkan anak-anaknya.
Ibuk dalam kesehariannya sebagai ibu rumah tangga, Bapak berprofesi sebagai sopir angkot, sering kali mendapat musibah, kena tilang polisi misalnya, sehingga ia harus bekerja sampai larut malam untuk mendapat uang lagi.
Ibuk dan Bapak tetap memperjuangkan pendidikan anak-anaknya hingga pada akhirnya, anak pertama yang bernama Isa berhasil lulus SMA. Kemudian disusul dengan keberhasilan anak-anak yang lain. Bayek, anak lanang satu-satunya lulus dari kuliahnya di Institut Pertanian Bogor kemudian bekerja di lalu secara mengejutkan ia mendapat tawaran bekerja di New York !
Cerita tentang Bayek Setyawan dan keberhasilannya ini malah membuat rancu fokus cerita pada novel ini. Penulis sepertinya lebih asyik menceritakan seorang Bayek yang sedang menikmati kehidupan barunya di New York.
Karakter Bayek tiba-tiba mendominasi sehingga karakter seorang Ibuk yang menjadi sumber inspiratif seorang wanita yang serba bisa dalam novel ini terpaksa terskip pada tengah buku ini.
Cerita tentang keempat anak perempuan Ibuk dan Bapak yakni Isa, Nani, Rini, dan Mira kurang mencuat dibanding cerita Bayek, sehingga pembaca menilai, novel ini berfokus pada tokoh Bayek.
Ritme alur cerita ditulis begitu cepat dalam novel ini, sehingga emosi pembaca kurang ‘greget’. Puncak klimaks diletakkan di akhir tentang kisah mengharukan ketika Bapak diserang penyakit jantung dan akhirnya meninggal dunia. Seandainya, penulis menarasikan kisah ini lebih lengkap, mungkin novel ini akan sangat berkesan. Tapi bagaimanapun, saya sangat mengidolakan tokoh Ibuk dan Bapak.
Sejatinya, novel ini berkisah tentang hidup Iwan Setyawan sendiri beserta keluarganya. Selamat membaca!
makasii resensinya... *apapun kisahnya, pasti mengharukan sekalii
ReplyDelete@An Maharani sama-sama, semoga postingannya bermanfaat...
ReplyDeleteselamat membaca novelnya..
sdh dibeli m sdh mangkrak di rak. blm dibaca
ReplyDeleteahh novel yang keren ini El.. aku wes moco.. titik nol dong
ReplyDeleteAh, kamu ga menghayati resensiku. Aku banyak kritiknya daripada memuji. Novel ini cenderung monoton dan terkesan berlebihan setelah si penulis nerbitin 9 Summers and 10 Autumn itu, Narsistik penulis menurutku.
DeleteOya, titik nol belum kesentuh Ngga. Novel itu sebenarnya trilogi lo, dari dua novel sebelumnya, judulnya selimut debu sama apa gitu, lupa.
yah.. isin wes aku.. gak tak baca semua.. emang kalo udah baca yang 9 Summers and 10 Autumn mungkin novel ini jadi gak klimaks..
DeleteYang titik nol isinya sama kayak blognya enggak? http://agustinuswibowo.wordpress.com/