Sebuah film karya sutradara kondang Hanung
Bramantyo yang rilis pada tahun 2005. Film bergenre drama ini menceritakan
tentang kehidupan sehari-hari para murid dan guru di sebuah sekolah menengah
atas di Jakarta. Diperankan oleh tiga aktor utama: Raymond Y. Tungka (sebagai Agni),
Vino G. Bastian (sebagai Arian), dan Marcel Candrawinata (sebagai Alde) yang
kemudian ketiga pemeran utama ini diceritakan bersahabat baik dalam lakonnya.
Agni dikenal sebagai pencetus ekskul film di
sekolahnya, Arian adalah pengurus mading sekolah, sedangkan Aldo, lelaki
primadona yang selalu dikejar para gadis. Masa sekolah mereka diceritakan
hampir usai karena Agni, Arian, dan Alde adalah murid kelas tiga yang akan
menghadapi ujian. Namun, ketiga siswa ini tidak digambarkan sedang
mempersiapkan bekal ujian mereka, melainkan lebih mempersiapkan pesta
perpisahan untuk murid kelas tiga yang akan digelar setelah ujian. Promnite mereka menyebut pesta itu.
Ketiga sahabat ini akhirnya punya ide untuk
membuat film dokumenter sekolah sebagai persembahan pada perayaan promnite
nanti. Garis besar film ini terletak pada usaha mereka merancang film
dokumenter ini. Mereka beri judul film mereka: Catatan Akhir Sekolah.
“…Karena seumur hidup kita di sekolah itu konkritnya cuma nyatet, nyatet, dan nyatet…” - Arian
Film yang sudah mereka temukan judulnya ini
ternyata belum menemukan konsep matang tentang alur cerita yang akan mereka
berikan pada film mereka. Konflik pun terjadi. Agni menganggap kedua sahabatnya
tidak serius dalam pengerjaan film mereka ini memutuskan untuk mengerjakannya
sendiri. Namun ia malah fokus dengan kisah cintanya dengan Alina (Joanna
Alexandra) yang tiba-tiba menaruh simpati lagi terhadapnya.
Arian dan Alde berdiam menunggu hasil dari Agni
yang tidak kunjung datang, karena sebenarnya, tanpa sepengetahuan mereka, Agni
sedang mengajak Alina jalan. Kelanjutan proyek film dokumenter mereka pun makin
tidak jelas hingga suatu hari Alde dihajar preman karena ia ketahuan merekam
kelakuan preman yang sedang malak beberapa
murid di luar sekolah. Alde mengalami patah tulang dan lebam di seluruh wajah.
Sejak kejadian yang menimpa Alde itu akhirnya
Arian dan Agni mulai bersatu lagi untuk serius mengerjakan film dokumenter
mereka. Mereka bertiga bekerjasama dengan murid kelas satu dan dua untuk
mengambil gambar-gambar yang mereka konsepkan.
Promnite pun tiba. Film karya A3
(Arian, Agni dan Alde) ini ditonton oleh seluruh siswa dan guru yang hadir dalam
promnite tersebut. Film dokumenter
ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu kegiatan siswa di sekolah, percintaan
remaja, dan yang terakhir tentang harapan dan cita-cita para siswa setelah
lulus. Setelah ditayangkan, film ini pun sukses mendapat respon positif dari
para penontonnya.
Di Indonesia, film yang bertemakan kehidupan
remaja SMA begitu banyak dijadikan ide cerita. Mayoritas menyoroti kisah asmara
versi anak SMA, disamping bahasa gaul yang digunakan, gaya hidup, serta kehidupan
keseharian mereka di sekolah. Tak ayal, film-film bertema SMA yang sering
diperankan oleh artis ibukota ini menjadi tolak ukur tersendiri bagi kehidupan
remaja SMA di kota-kota lain.
Konstruksi sosial akhirnya terbentuk pada mindset remaja saat ini bahwa anak-anak
gaul di SMA adalah anak-anak yang memakai bahasa lo gue, bahwa anak-anak gaul
SMA itu memakai seragam yang dikeluarkan, bagi laki-laki merokok adalah
identitas kejantanan dan bagi perempuan memakai rok mini adalah seksi. Fenomena
seperti ini terus dimaknai positif oleh sebagian remaja dan diyakini hingga
kini.
Film Catatan Akhir Sekolah ini dikemas begitu
natural dan nyata, tidak disensor dan lolos tayang di seluruh bioskop di
Indonesia. Kurang adanya sensor ini juga menimbulkan kontroversi sendiri jika
dikaitkan dengan kode etik perfilman Indonesia yang sangat menjunjung tinggi
etika dan kesopanan ala budaya dalam negeri yang diyakininya.
Terlepas dari konstruksi sosial, stereotype, dan
kekurangan yang ada dalam film Catatan Akhir Sekolah ini, pada nyatanya, film
ini telah menginspirasi bagi sebagian besar siswa SMA bahkan SMP untuk
mempelajari cara membuat film. Mulai dari membuat konsep, skrip, teknik
pengambilan gambar, hingga proses editing ditunjukkan dalam film ini.
Believe it or not, sejak adanya film Catatan
Akhir Sekolah ini banyak sekolah-sekolah yang berlomba membuat acara pesta
perpisahan sekolah dengan suguhan film dokumenter untuk mengenang kehidupan
mereka selama belajar di SMA. Film dokumenter pun akhirnya menjadi trendsetter baru selain buku tahunan
sekolah.
Dilihat dari penguasaan pembuatan film, karya
anak negeri ini sebenarnya tidak kalah dengan karya bangsa lain, hanya saja, di
Indonesia ide cerita yang diusung terlalu monoton mengikuti kehidupan sosial
yang ada.
Lalu, apa lagi yang musti diragukan dari karya
anak negeri ini?
dunia perfilman kayaknya masih bnyk yg menganut paham modern, dmna dunia SMA digambarkan standart dgn seragam rok mini, siswa merokok, dan promnite dan sejenisnya *mabuk CS*
ReplyDeletedari semua film tentang dunia SMA di taun 2000-an, film AADC & film Cataan Akhir Sekolah (CAS) ini menurut saya yang paling buagus. Seting ceritanya biasa, tapi kontennya segar. Nonton CAS bikin pengen balik SMA lagi & ngerekam semua momen waktu sekolah. Yang bikin filmnya jagoan sih kata saya. Filmnya biasa, tapi kalo digarap dengan sangat baik terbukti bisa bikin penonton bahagia begitu beres nontonnya. Seenggaknya saya yang bahagia :D Soundtracknya juga cocok. Love it.
ReplyDelete