Penulis : John Hersey
Penerjemah : Gatot Triwira
Penerbit : Komunitas Bambu
Tahun : Mei, 2008
Mereka adalah korban yang berhasil bertahan
hidup pasca ledakan bom di Hiroshima, Jepang pada 6 Agustus 1945 silam. Keenam
orang itu adalah Nona Toshiko Sasaki, Dokter Masazaku Fujii, Nyonya Hatsuyo
Nakamura, Pastur Wilhelm Kleinsorge, Dokter Terufum Sasaki, dan Pendeta Kiyoshi
Tanimoto.
Pengalaman keenam orang ini ketika bom atom
dijatuhkan menjadi fokus utama dalam buku ini. Sebelum detik-detik kehancuran,
Nona Toshiko Sasaki sedang berbincang dengan gadis di sebelahnya, tepatnya di
ruang kantor Perusahaan Timah Asia Timur. Di waktu yang sama Dokter Masazaku
Fujii sedang duduk bersila di teras rumah sakit swasta miliknya.
Nyonya Hatsuyo Nakamura, seorang janda yang
kesehariannya bekerja sebagai penjahit, sedang berdiri dekat jendela dapurnya. Di
lain tempat, Pastur Wilhelm Kleinsorge, seorang pendeta Jerman sedang berbaring
di tempat tidurnya sambil membaca majalah Penginjilan, Stimmen der Zeit. Ia hanya berpakaian dalam saja.
Dokter Terufumi Sasaki, anggota muda bagian
bedah Rumah Sakit Palang Merah yang besar dan modern di Hiroshima, sedang
berjalan di salah satu koridor rumah sakit. Ia sedang berjalan di salah satu
koridor rumah sakit. Pendeta Kiyoshi Tanimoto, pendeta Gereja Metodis Hiroshima
yang akan membongkar muatan barang di sebuah gerobak.
Beberapa detik kemudian, keenam orang ini, merasakan
hal yang sama. Sebuah cahaya yang amat sangat terang menerpa mata mereka,
kemudian disusul dengan runtuhnya bangunan di sekitarnya.
Mereka pun tidak luput dari reruntuhan. Dan dari sinilah, mereka menyadari bahwa mereka masih sadar dan berusaha melepaskan diri dari puing-puing bangunan.
Mereka pun tidak luput dari reruntuhan. Dan dari sinilah, mereka menyadari bahwa mereka masih sadar dan berusaha melepaskan diri dari puing-puing bangunan.
Pada awal cerita, ketika bom atom dijatuhkan,
tidak begitu terasa seberapa besar bom itu menyebabkan kerusakan dan
penderitaan bagi rakyat Hiroshima. Namun, pembaca tidak patut kecewa. Karena
cerita mencekam dan mengerikan itu disajikan pada pertengahan buku, ketika
keenam orang tersebut berusaha bangkit, menolong orang-orang yang mengalami
luka bakar hingga seluruh kulitnya memerah dan bernanah.
Deskripsi kejadian yang penulis gambarkan serasa
begitu nyata. Penulis begitu kreatif memadu-padankan alur cerita beserta
klimaks. Cerita tentang beberapa tentara Jepang yang terbaring tak berdaya
sambil berteriak “saya tidak bisa melihat apa pun,” karena memang bola matanya
telah tiada, wajahnya rusak parah, membuat saya merinding seketika.
Lalu cerita tentang Dokter Sasaki yang
kehilangan kacamatanya, dan terpaksa mengambil kacamata seorang perawat rumah
sakit yang telah tewas lalu menggunakannya. Dengan keadaan mata yang tidak
cukup jelas karena kacamata perawat itu tidak sesuai dengan kebutuhannya,
Dokter Sasaki mengobati lebih dari 10.000 pasien yang memiliki luka ringan atau
berat.
Tentang Tuan Fukai, juga memilukan. Ia juga
salah seorang korban yang berhasil selamat, dan dibopong oleh Pendeta
Kleinsorge. Sepanjang perjalanan ia dibopong, ia meronta-ronta, ingin lepas
dari Pendeta Kleinsorge. Ketika ia berhasil melepaskan diri, ia kemudian
berlari entah kemana. Konon katanya, ia kembali mendekati api yang masih
menyala, kemudian membakar dirinya. Tuan Fukai pernah berkata, “Jepang tengah
sekarat, dan aku akan mati bersama negeriku.”
Klimaks cerita pengeboman Hiroshima ini dibuat
tidak usai pada endingnya, sehingga pembaca musti menerka sendiri, bagaimana
kehidupan Hiroshima sebulan pasca bom atom dijatuhkan Amerika sebagai paksaan
terhadap Jepang agar Jepang menyerah pada Perang Dunia II. Karena kejadian ini,
rakyat Jepang sempat membenci Amerika setengah mati.
Hikmah dari cerita Hiroshima ini, begitu banyak.
Hiroshima adalah kisah nyata enam orang yang berjuang pada saat-saat tersulit
di Jepang ketika bom dijatuhkan. Ini adalah kisah yang menggambarkan hidup di tengah
konflik peperangan. Kisah yang akan membuat kita mensyukuri hidup kita
sekarang.
Hiroshima memiliki empat bab dalam ceritanya yaitu A Noiseless Flash (Kilat Tanpa Suara), The Fire (Api), Details are being Investigated (Perinciannya sedang Diselidiki), Panic Grass and Feverfew (Panic Grass dan Tanaman Feverfew).John Hersey |
John Hersey mulai menulis tentang Hiroshima pada 25 Mei 1946. Selama tiga minggu Hersey mewawancarai 40-an akademisi dan saksi, terutama enam tokoh utama yang diceritakan dalam buku ini. Oktober 1946, buku “Hiroshima” terbit. Buku itu diterjemahkan ke seluruh dunia. Terjual lebih dari 3 juta kopi dan terus cetak-ulang selama 50 tahun. Hersey membebaskan siapapun untuk mencetak edisi bahasa Jepang, Hiroshima-shi. Terbit 1949.
Buku ini sejatinya merupakan karya jurnalisme
sastrawi yang ditulis oleh John Hersey, seorang jurnalis yang menulis artikel
untuk Time, Life, dan The New Yorker. Tulisan Hiroshima pertama kali dimuat di
The New Yorker pada Agustus 1946. Sampai kini, dimana pun, karya Hersey terus
menjadi rujukan pelatihan gaya jurnalisme bernarasi sastra.
John Hersey pernah memenangkan Pulitzer Prize
pada tahun 1945 lewat karyanya yang berjudul A Bell For Adano. Namun sayangnya,
John Hersey telah lama meninggal pada 24 Maret 1993 di Key West. Kemungkinan,
jika beliau masih hidup, beliau bisa mengajarkan tentang cara mendapatkan
sumber dan menuliskan jurnalisme sastrawi yang begitu hidup.
“What has kept the world safe from the bomb since 1945 has not been deterrence, in the sense of fear of specific weapons, so much as it's been memory. The memory of what happened at Hiroshima.” - John Hersey
pernah baca, kak.. saya membayangkan kala itu benar-benar menyeramkan. saking menyeramkannya, sampai-sampai tidak dapat merasakan apapun.
ReplyDeleteya Rabb..
jadi penasaran dengan buku ini. selama ini hanya membaca buku sejarah. bagaimana bom meluluhlantahkan kota hiroshima.
ReplyDeletetapi bagaimana melihat kejadian itu dari perspektif orang orang yang melihat langsung dan berada pada saat kejadian itu terjadi.
pasti akan lebih seru dan lebih terasa nyata.
reviewnya asyik... salam
jadi pengen tau -.- selama ini cuman taunya di pelajaran sejarah :D
ReplyDeletejepang juga kejam kpd indonesia, tp indonesia gk dendam.
ReplyDeleterakyat indonesia, yg laki laki disuruh krja paksa. yg wanita dipaksa jadi pelacur. dan gk dibayar, kurang makan dll. kejam bngt jepang.
ReplyDeletepengen beli bukunya :( dimana ya?
ReplyDelete