Enam
hari yang lalu, saya memulai rutinitas baru sebagai wartawan magang di Surabaya
City Guide, sebuah media yang merupakan bagian dari Suara Surabaya Media. Surabaya
City Guide atau lebih akrab disebut SCG adalah sebuah majalah tak berbayar
(free magazine) yang terbit setiap bulan.
Majalah
berukuran 17 x 24 cm (lebar x tinggi) ini terdiri dari 60 halaman full color yang berisi tentang info kuliner,
event, hotel, fenomena unik di
Surabaya, informasi transportasi (darat, laut dan udara), dan informasi menarik
tentang kota Surabaya dan sekitarnya. Distribusi majalah ini disebar ke 211
pickup point seperti rumah makan, hotel, toko buku, rumah sakit, tour &
travel, mall, bandara, dan lain sebagainya di kota Surabaya.
Saya
mulai magang di tanggal pertama bulan Juli kemarin bersama Ocha, teman sekelas
kuliah saya dan satu lagi, Bob. Ia mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas
Katholik Petra Surabaya. Saya dan Ocha dispesifikkan menjadi penulis dan Bob
sebagai fotografer di SCG. Hari pertama magang, saya dan rekan magang yang lain
dikenalkan dengan ruang redaksi SCG beserta kru di dalamnya. Mereka sangat
menyambut kedatangan kami.
Saya
tertarik sekali magang di majalah SCG. Tidak banyak orang tahu tentang majalah
ini, bahkan pendengar setia radio Suara Surabaya sekalipun. Konten yang
disajikan memang tidak cocok jika dibandingkan dengan media-media kritis
seperti majalah Tempo, Gatra, Historia, dan tidak juga sesuai jika disamakan
dengan majalah Gadis, Gaul, Hi, apalagi Playboy. Konten majalah SCG memang
ringan tapi sarat akan informasi penting dan menarik.
Halaman
yang sengaja didesain full color untuk
menjaga mata agar tidak lelah, informasi kuliner singkat tapi sangat informatif,
pembahasan wisata dan potensi budaya yang ada di Surabaya dikemas begitu apik
dan menarik di setiap mata pembaca yang meliriknya. Majalah SCG ini sudah
bertahan selama tujuh tahun dan sudah berganti wajah selama tiga kali.
Majalah Surabaya City Guide |
Selama
enam hari magang di keredaksian SCG, saya merasakan kultur di Kavling 10,
lembaga pers mahasiswa yang saya ikuti di kampus, begitu terasa. Orang-orangnya
yang mempunyai banyak pengalaman, serius dalam pekerjaan, tapi tetap humoris di
sela-sela jam kerja. Ruang kerja redaksi dan divisi lain tidak tersekat dinding
atau triplek. Mereka begitu terbuka dan siap membantu siapa pun.
Celetukan-celetukan
humor itu ternyata keyakinan yang mereka anut untuk terbebas dari jenuh di
depan komputer selama delapan jam, atau menghilangkan rasa capai setelah
liputan di tengah terik matahari ibukota Jatim. Sehari dua hari, memang
membosankan, tapi setelah mampu beradaptasi, saya, Ocha, dan Bob mulai
menikmati ritme kerja SCG.
Kepercayaan
masyarakat terhadap Radio Suara Surabaya mendongkrak nama SCG secara tidak
langsung. Mayoritas, orang memang mengenal Suara Surabaya adalah radio, namun
pada dasarnya saat ini Suara Surabaya bukanlah radio. Ini merupakan perusahaan
media milik Errol Jonathans yang membawahi beberapa media seperti Suara
Surabaya FM, suarasurabaya.net, majalah SCG, She Radio, dan Maja FM.
Dalam
waktu seminggu ini, saya dan rekan magang lainnya sudah ditugaskan untuk
meliput beberapa event dan kuliner
yang ada di Surabaya. Kebanyakan, event
ini memang sengaja mengundang SCG untuk hadir dalam press conference.
Saya
memang tidak menerapkan gaya tulisan kritis selama magang di majalah SCG,
tapi patokan Bill Kovach dan Tom
Rosentiel yang mengatakan jurnalisme berpihak pada kebenaran berusaha saya anut
betul. Info ringan tetap harus berpihak pada kebenaran. Misalnya saja ketika
memberi informasi tentang nomor telfon rumah sakit di majalah SCG, redaksi akan
menelfon ulang nomor-nomor yang sudah terdaftar untuk mengkroscek keberadaan
mereka.
Saya
kembali didekatkan dengan gaya penulisan straight
news ketika meliput event atau
kuliner yang kemudian diunggah ke web surabayacityguide.co.id. Memang, selain
produksi majalah per bulan, tim redaksi SCG juga tidak mau kalah update,
sehingga mereka membuat web untuk menampung liputan event yang daya bacanya singkat atau cepat basi.
Mayoritas,
acara atau event yang saya liput juga
didatangi oleh wartawan dari media lokal lain di Surabaya. Mereka meliput event yang sama dan alur cerita
reportase yang sama pula. Ini merupakan tantangan tersendiri bagi saya yang
memang sedang giat belajar mengasah kemampuan menulis. Sudut pandang yang
berbeda dari media lain selalu saya gunakan sebagai patokan untuk menulis
berita straight news.
Tidak
ada batasan dalam menulis berita di SCG, online sekalipun. Saya mendapat
wejangan dari Pak Alim, pemimpin redaksi SCG yang kebetulan tempat duduk
kerjanya ada di depan saya. “Ketika kamu menulis, jangan batasi berapa banyak
yang ingin kamu tulis, tulisan itu akan mengalir dengan sendirinya tanpa kamu
targetkan”.
Kantor Suara Surabaya |
Seminggu
pertama magang di SCG memberi banyak pengalaman bagi saya, memperbanyak link
dengan narasumber, menambah ide dan wawasan menarik, dan yang terpenting bisa
tahu jalan Surabaya yang cukup rumit jika tidak paham sehari-harinya. Buta peta
lokasi patut dipercaya bisa menyulitkan kinerja wartawan, meski dengan bantuan
google maps dan teknologi GPS sekali pun.
Magang
ini sebenarnya dalam rangka syarat untuk memenuhi tugas akhir sebelum skripsi.
Kebanyakan teman-teman seangkatan saya di kampus memang seluruhnya magang di
tempat yang mau menerima mereka. Jika beruntung, bisa dapat di tempat yang
diinginkan, jika tidak, tetap harus magang apa pun yang terjadi, jika ingin
lulus cepat.
Pada
dasarnya, magang bukan ajang pamer kenikmatan di tempat kerja masing-masing,
tapi lebih kepada pengalaman yang didapat. Lebih penting lagi, tidak hanya
pengalaman, tapi juga ketekunan dalam mengerjakan laporan nantinya. Semoga
dilancarkan sampai akhir.
Kak mau nanya cara daftar magangnya gimana ya? Terimakasih
ReplyDeleteKak mau nanya cara daftar magangnya gimana ya? Terimakasih
ReplyDelete