Skip to main content

Mencicipi Manisnya Pujon Lewat Carang Mas Apel

Menyusuri Kota Malang rasanya tidak bisa dibatasi pada kunjungan setiap wahana, kebun teh, ataupun pantai. Tempat-tempat menarik di Kota Apel ini banyak yang belum terjamah oleh sebagian besar orang. Apalagi jika berbicara tentang kuliner, mungkin Malang hanya dikenal dengan keripik apelnya dan susu fermentasinya. Tapi, stereotip tersebut akan sepenuhnya hilang bila Anda mencoba menancap gas ke jalan berliuk-liuk, menukik, menurun, menuju ke arah Pujon.

Jarak yang ditempuh antara Malang hingga Pujon sekitar 16 kilometer. Hawa dingin begitu terasa disini, karena ketinggian Pujon mencapai 1.100 meter diatas permukaan laut. Hamparan ladang dan sawah terlihat begitu asri di mata, menyejukkan. Ditambah dengan lebatnya sayuran dan buah apel yang tumbuh di sekitarnya. Suasana pedesaan yang amat kental pun begitu mendamaikan. Dibalik semuanya, Pujon memiliki potensi besar untuk mengembangkan perekonomian dengan aset hasil tanah suburnya. 

Desa Madiredo, Pujon, adalah fokus utama tempat berbagai macam jajanan khas Malang yang diolah sangat kreatif oleh sebagian penduduk desa tersebut. Modal utamanya adalah hasil perkebunan mereka. Salah satu jajanan khas dan kreatif itu adalah carang mas apel. Carang mas apel merupakan olahan tradisional dari apel manalagi. Ide kreatif ini dicetuskan oleh Ibu Nazil, seorang wanita yang aktif di suatu organisasi Pemberdayaan Perempuan Pengembang Ekonomi Lokal (P3EL) Pujon, Malang.

Carang mas apel ala Ibu Nazil ini dirintis sejak akhir 2011 dan seluruh proses pembuatannya dilakukan di rumah Ibu Nazil. Pekerjanya adalah ibu rumah tangga yang berjumlah lima orang dengan beberapa pekerja laki-laki. Proses pembuatan carang mas apel ini diawali dengan mengupas satu per satu apel yang manalagi yang telah dicuci kemudian apel dipasrah. Berlanjut pada proses pencampuran gula dan tepung kemudian digoreng hingga warna apel berubah keemasan.

Terakhir, mencetak apel pada cetakan dan mengemasnya. Seluruh rangkaian proses pembuatan carang mas apel ini ternyata gampang-gampang susah, terutama pada penggorengan. “Untuk yang bagian menggoreng apel itu, dibutuhkan orang yang sudah ahli, karena jika tidak, carang apel tidak akan matang sempurna,” jelas Ibu Nazil.

Foto oleh : Raudha


Tidak bisa dipungkiri, carang mas apel ini berhasil berkembang dalam waktu yang cukup singkat. Hanya dalam waktu enam bulan, Ibu Nazil mampu melariskan bisnis makanan ringannya ini.  “Rasa carang mas apel ini lebih kres dari carang mas telo (ketela, red.) jadi orang-orang banyak yang suka, selain itu saya pakai gula asli, jadi manisnya nggak eneg,” kata ibu 2 putra ini. Ibu Nazil juga menceritakan tentang ide awal pembuatan carang mas apel ini, bermula dari banyaknya hasil kebun apelnya yang dibuang karena tidak layak jual.

“Apel-apel yang tidak layak jual itu kan sayang, jadi saya kepikiran buat carang mas apel ini,” terangnya. Pemilihan carang mas apel ini karena Ibu Nazil menganggap jika membuat bisnis kripik apel, sebagian besar pebisnis makanan di Malang banyak memproduksinya, sehingga ia mencoba untuk melakukan inovasi baru.

Bisnis carang mas apel yang terbilang masih kecil dan belum lama rupanya mampu menembus pasar tidak hanya di Malang melainkan juga di luar Kota Malang. “Kami sudah distribusi ke Surabaya dan ke Kalimantan,” ujar Ibu Nazil. Home industry yang dikelola wanita yang sangat hobi memasak ini telah berhasil memberi manfaat, khususnya bagi perkembangan Desa Madiredo.

Ibu Ida, salah satu anggota Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) Pujon berkata bahwa bisnis rintisan Ibu Nazil tersebut telah memberi lapangan pekerjaan baru bagi ibu rumah tangga yang bekerja di tempatnya. “Tentu saja tidak hanya menambah credit point bagi keterampilan masyarakat, tapi juga credit coin untuk menambah penghasilan,” ujarnya.

Rasa carang mas apel yang terbukti manis ini memang semanis output yang dihasilkannya. Bisnis ini akan menjadi lebih besar dan mampu memberi manfaat lebih kepada masyarakat apabila pemerintah intens memberikan dukungan. Sosialisasi tentang adanya home industry di Pujon ini sangat diperlukan untuk mendongkrak konsumen, apalagi wacana tentang Pujon yang akan dijadikan sebagai desa pariwisata segera dilaksanakan.


(Saya menulis ini setelah menggarap sebuah video dokumenter bersama kawan-kawan Komunikasi di daerah Pujon, Malang. Saya dan kawan-kawan tidak mungkin melupakan Bu Nazil sekeluarga dan rekan-rekannya yang bersedia menjadi narasumber sekaligus tuan rumah)

Comments

  1. update terus dong, berita" tentang madiredo

    ReplyDelete
  2. update terus dong, berita" tentang madiredo

    ReplyDelete
  3. https://shop.tokotalk.com/tokopanjilaras

    Ini produk lagi dari desa madiredo,silahkan kunjungi yg mau pesan olahan apel segar

    ReplyDelete
  4. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  5. Silahkan klik=>https://shop.tokotalk.com/tokopanjilaras

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

INTO THE WILD: Kisah Tragis sang Petualang Muda

Penulis: Jon Krakauer Penerjemah: Lala Herawati Dharma Penyunting: Maria M. Lubis Penerbit: Qanita Tahun: Februari, 2005 Tebal: 442 halaman “Aku ingin pergerakan dinamis, bukan kehidupan yang tenang. Aku mendambakan kegairahan, bahaya, dan kesempatan untuk mengorbankan diri bagi orang yang kucintai. Aku merasakan di dalam diriku, tumpukan energi sangat besar yang tidak menemukan penyaluran di dalam kehidupan kita yang tenang.” – Leo Tolstoy (“ Family Happines ”) Tokoh utama dalam buku non-fiksi ini adalah Christopher Johnson McCandless, seorang pemuda berusia 24 tahun yang telah merampungkan studinya di Universitas Emory pada tahun 1990. Ia adalah seorang anak dari keluarga kaya di Kota Washington, D.C. Ayahnya, Walt McCandless adalah seorang insinyur angkasa luar yang bekerja untuk perusahaan konsultan miliknya sendiri bernama User System, Inc. Mitra kerjanya adalah ibu Chris, Billie. Chris McCandless pemuda pandai. Ia lulus dengan indeks prestasi kum

Cemburu Itu Peluru

Judul: Cemburu itu Peluru Penulis: Andy Tantono, Erdian Aji, Kika Dhersy Putri, Novita Poerwanto, Oddie Frente   Penerbit: Gramedia Pustaka Utama   Tahun: 2011   Tebal: 160 halaman ISBN: 978-979-22-6868-3 DADAKU SESAK. Puisi yang kugubah sepenuh hati untukmu, kau bacakan pada sahabatku.( @Irfanaulia, via @fiksimini)     Berawal dari sebuah akun twitter @fiksimini, lima penulis antara lain Erdian Aji, Novita Poerwanto, Oddie Frente, Kika Dhersy Putry, dan Andy Tantono berhasil membawa angin segar dalam mengembangkan karya lewat benih fiksi 140 karakter. Singkat, namun ‘ledakan’nya terasa.   Lima penulis ini memiliki masing-masing ciri khas dalam menuliskan fiksinya dan hasilnya jarang mengecewakan. Ide cerita dari 140 karakter menghasilkan beragam cerita super pendek bertema cinta dan kecemburuan. Cinta dalam Cemburu itu Peluru digambarkan begitu dekat dengan realita, senyaman apa pun sengeri bagaimana pun. Cinta dalam Cemburu itu Peluru tidak hanya dimaknai se

Beasiswa LPDP: Mengeja Kemungkinan dengan Keyakinan

Setelah bertahun-tahun blog ini tidak terjamah, saya akhirnya menulis lagi. Akhir-akhir ini saya sering blogwalking tentang berbagai cerita pengirim lamaran beasiswa LPDP. Menarik dan informatif, sehingga saya pun ingin bercerita hal yang sama dengan sudut pandang saya. This is based on true story. Ini berdasarkan pengalaman saya yang mengikuti seleksi periode 3 tahun 2015 yang diselenggarakan sejak April-September. Sebelum Apply Lpdp… Saya ingin share cerita pengalaman saya apply beasiswa LPDP. Beasiswa dari pemerintah yang lagi hits di kalangan pemuda sekarang. Selama kuliah S1, saya tidak pernah punya pengalaman apply beasiswa. Pengetahuan saya seputar beasiswa juga minim. Cuma informasi beasiswa LPDP yang saya baca rigid setelah lulus S1. Saya juga sempat menghadiri seminar sosialisasi beasiswa LPDP di kampus saya. Sekedar flashback, saat pengadaan seminar tersebut ternyata ada sistem kuota yang dijalankan secara o